Jumat, 06 Juni 2014

Ragam Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam



RAGAM PEMIKIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
MENURUT PARA TOKOH
A.    PENDAHULUAN
Allah SWT membekali Adam dengan seperangkat Ilmu Pengetahuan, konsep, dan terminologi duniawi yang para malaikatpun tidak mengetahuinya. Semua pengetahuan bersumber dari Allah, dan Adam memperolehnya untuk memberi keyakinan kepada malaikat bahwa dirinya mampu menjalankan tugas sebagai khalifah.
Ilmu Pengetahuan ditanam sejak dini oleh Allah kepada manusia. Oleh karena itu, bayi yang baru dilahirkan telah
memiliki pendengaran dan perasaan. Semua potensi akal manusia dikembangkan melalui pendidikan. Filsafat Pendidikan Islam adalah cara berfikir manusia tentang pendidikan Islam yang di dalamnya mengajarkan sistem pendidikan yang berkaitan dengan akal, hati dan pendidikan jasmani. Berikut adalah penjelasan mengenai Ragam Pemikiran Filsafat Pendidikan Menurut Para Tokoh.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.    Bagaimanakah pemikiran pendidikan menurut Imam Al-Ghazali?
2.    Bagaimanakah pemikiran pendidikan menurut Ibnu Khaldun?
3.    Bagaimanakah pemikiran pendidikan menurut KH. A. Dahlan?

C.    PEMBAHASAN
1.      Pemikiran Pendidikan Menurut Imam Al-Ghazali
Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad Al-Ghazali Ath-Thusi termasuk ke dalam kelompok sufistik yang banyak menaruh perhatian yang besar terhadap pendidikan, karena pendidikan yang banyak menentukan corak kehidupan suatu bangsa dan pemikirannya.
Dalam masalah pendidikan Al-Ghazali lebih cenderung berpaham empirisme.[1] Menurutnya seorang anak tergantung kepada orang tua yang mendidiknya. Hati seorang anak itu bersih, murni, laksana permata yang amat berharga, sederhana dan bersih dari gambaran apapun. Hal ini sejalan dengan pesan Raulullah SAW yang menegaskan:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْيُنَصِّرَانِهِ اَوْيُمَجِّسَا نِهِ
Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan bersih, kedua orangtuanyalah yang menyebabkan anak itu menjadi penganut Yahudi, Nasrani atau Majusi (HR. Muslim).
Pemikirannya tentang tujuan Pendidikan Islam dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:
a.         Tujuan mempelajari ilmu pengetahuan semata-mata untuk ilmu pengetahuan itu sendiri sebagai perwujudan ibadah kepada Allah.
b.        Tujuan utama pendidikan Islam adalah membentuk Akhlaqul Karimah.
c.         Tujuan Pendidikan Islam adalah mengantarkan peserta didik mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Menurut Al-Ghazali ilmu dan proses pendidikan merupakan sarana utama untuk menyiarkan agama Islam, memelihara jiwa dan Taqarrub ila Allah.[2] Menurutnya tujuan pendidikan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Rumusan tujuan pendidikan yang demikian itu sejalan dengan firman Allah SWT tentang tujuan penciptaan manusia.
 وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
 Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(Adz-dzariyat : 56)
Al-Ghazali pernah berkata “Aku pernah datang ke tempat ini untuk mencari keridhoan Allah, bukan untuk mencari harta dan kenikmatan”. Al-Ghazali juga mengatakan bahwa orang yang berakal sehat adalah orang yang dapat menggunakan dunia untuk tujuan akhirat. Al-Ghazali tidak sama sekali menistakan dunia, melainkan dunia itu hanya sebagai alat. Hal itu dipahami Al-Ghazali berdasar pada isyarat Al-Qur’an:[3]
 وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu” (Al Hadiid :20)
وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَىٰ
“sesungguhnya kehidupan di akhirat itu lebih baik bagimu daripada kehidupan dunia.” (Adh dhuha : 4)

a.      Pendidik
Menurut Al-Ghazali, pendidik adalah orang yang berusaha membimbing, meningkatkan, menyempurnakan, dan mensucikan hati sehingga menjadi dekat dengan Khaliqnya.[4]
Seorang pendidik dituntut memiliki beberapa sifat keutamaan yang menjadi kepribadiannya. Diantara sifat-sifat tersebut adalah:
1.      Sabar dalam menanggapi pertanyaan murid.
2.      Senantiasa bersifat kasih, tanpa pilih kasih.
3.      Duduk dengan sopan, tidak riya’ ataupun pamer.
4.      Tidak takabur.
5.      Bersikap tawadhu’ dalam setiap pertemuan ilmiah.
6.      Sikap dan pembicaraan hendaknya tertuju pada topik persoalan.
7.      Memiliki sifat bersahabat terhadap semua murid-muridnya.
8.      Menyantuni dan tidak membentak orang-orang bodoh.
9.      Membimbing dan mendidik murid yang bodoh dengan cara yang sebaik-baiknya.
10.  Berani berkata tidak tahu terhadap masalah yang anda persoalkan.
11.  Menampilkan  yang benar. Apabila dia berada dalam ondisi yang salah, ia bersedia  merujuk kembali kepada rujukan yang benar.
b.        Peserta didik
Menurutnya, peserta didik adalah makhluk Allah yang telah dibekali potensi atau fitrah untuk beriman kepada Allah SWT. Untuk itu tugas seorang pendidik adalah  membimbing dan mengarahkan fitrah tersebut  agar ia tumbuh dan berkembang sesuai dengan tujuan penciptaannya.[5]
Menurut Al-Ghazali dalam menunut ilmu, peserta didik memiliki tugas dan kewajiban yaitu:
1)      Mendahulukan kesucian jiwa.
2)      Bersedia merantau untuk mencari Ilmu Pengetahuan.
3)      Jangan menyombongkan ilmunya dan menentang guru.
4)      Mengetahui kedudukan Ilmu Pengetahuan.
c.         Meteri yang di ajarkan atau kurikulum.
Secara tradisional kurikulum berarti mata pelajaran yang diberikan kepada anak didik untuk menanamkan sejumlah pengetahuan agar mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Al-Ghazali berpendapat bahwa Al-Qur’an beserta kandungannya adalah merupakan Ilmu Pengetahuan.[6] Isinya sangat bermanfaat bagi kehidupan, membersihkan jiwa, memperindah akhlak, dan mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam hal ini Al-Ghazali membagi ilmu pada 2 macam, yaitu:
1.      Ilmu Syar’iyyah yaitu semua ilmu yang beasal dari para nabi.
2.      Ilmu Ghairu Syar’iyyah yaitu semua ilmu yang berasal dari hasil ijtihad ulama atau intelektual muslim
Sementara dilihat dari sifatnya, Ilmu Pengetahuan terebagi menjadi dua yaitu Ilmu yang terpuji (Mahmudah) dan Ilmu yang tercela (Mazmumah).
2.  Pemikiran Pendidikan Ibnu Kaldun
Abd Al-Rhman Abu Zaid Ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Kaldun adalah seorang ilmuan yang terkenal lewat karya momumentalnya Al-Muqaddimah.
Pandangan Ibnu Kaldun tentang pendidikan berpijak dari statemennya yang menegaskan bahwa manusia adalah makhluk yang sempurna. Kesempurnaan manusia dicirikan oleh akalnya yang berfungsi memikirkan segala sesuatu, dan bahkan mengingatkan rasa iman kepada Allah.[7]
Menurut Ibnu Kaldun, Imu Pengetahuan hanya tumbuh dalam peradaban dan kebuadayaan yang berkembang pesat. Perkembangan kebudayaan sangat bergantung pada cara berfikir masyarakat, sedangkan perkembangan dan kemajuan pemikiran masyarakat bergantung pada pendidikannya.
Berkenaan dengan Ilmu Pengetahuan, Ibnu Kaldun membaginya menjadi 3 yaitu:
a.       Ilmu lisan (bahasa)
b.      Ilmu naqli (ilmu yang di ambil dar Al-Qur’an dan Sunnah Nabi)
c.       Ilmu aqli (ilmu yang dapat mnunjukkan manusia dngan daya pikir atau kecerdasannya kepada filsafat dan smua Ilmu Pengetahuan.[8]
Menurut Ibnu Kaldun, dalam suatu proses pendidikan paling tidak ada 3 tujuan yang hendak dicapai yaitu:
a.       Mengembangkan kemahiran dalam bidang tertentu.
b.      Penguasaan keterampilan professional sesuai dengan tuntutan zaman.
c.       Pembinaan pemikiran yang baik.
Dalam melaksanakan tugasnya, seorang pendidik hendaknya mampu menggunakan metode mengajar yang efektif dan efisien. Menurutnya ada 6 prinsip utama yang perlu diperhatikan pendidik,yaitu:
a.       Prinsip pembiasaan.
b.      Prinsip tadrij (berangsur-angsur).
c.       Prinsip pengenalan umum.
d.      Prinsip kontinuitas
e.       Memperhatikan bakat dan kemampuan peserta didik.
f.       Menghindari kekerasan dalam mengajar.
Sementara mengenai kurikulum, Ibnu Kaldun membagi Ilmu Pengetahuan dalam kebudayaan umat Islam menjadi 2 bagian yaitu ilmu pengetahuan Syar’iyyah dan filosofis.[9]
Mengenai spesialisasi, Ibnu Kaldun berpendapat bahwa orang yang mendapat keahlian dalam suatu bidang, jarang sekali ia akan ahli dalam bidang pertukangan lainnya. Hal ini didasarkan bahwa keahlian itu adalah sifat atau corak jiwa yang tidak dapat tumbuh serempak. Ibnu Kaldun berpendapat bahwa dalam proses belajar atau menuntut ilmu pengetahuan  manusia disamping harus sungguh-sungguh juga harus memiliki bakat. Menurutnya dalam mencapai pengetahuan yang bermacam-macam itu seseorang tidak hanya membutuhkan ketekunan, teapi juga bakat. Berhasilnya suatu keahlian dalam satu bidang ilmu atau disiplin memerlukan pengajaran. Pendidikan adalah alat untuk membantu seseorang agar dapat hidup bermasyarakat dengan baik.
3.      Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dalam Pendidikan
Ahmad Dahlan yaitu pendiri organisasi Muhmmadiyah. Tujuan dari organisasi tersebut adalah menyebarkan pengajaran Rasulullah SAW kepada penduduk bumi putera dan memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya, ia ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan Al-Qur’an dan Hadist.[10]
Menurut Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Pendidikan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses pmbangunan umat. Kunci utama bagi meningkatkan kemajuan umat adalah kembali pada Al-Qu’an dan Hadist, mengarahkan umat pada pemahaman ajaran Islam secara komprehensif, dan menguasai berbagai disiplin Ilmu Pengetahuan.
Dalam proses kejadiannya manusia diberikan Allah dengan Al-Ruh dan Al-‘Aql. Untuk itu pendidikan hendaknya menjadi media yang dapat mengembangkan potensi Al-Ruh untuk menalar petunjuk pelaksanaan ketundukan dan kepatuhanmanusi kpada Khaliqnya. Dari sini eksistensi akal merupakan potensi dasar bagi peserta didik yang perlu dipelihara dan dikembangkan.
Ilmu Pengetahuan dapat diperoleh apabila peserta didik (manusia) mendayagunakan berbagai media, baik yang diperoleh melalui persepsi inderawi, akal, kalbu, wahyu maupun ilham. Menurut Dahlan, pengembangan merupakan proses integrasi roh dan jasad. Konsep ini di ketengahkannya dengan menggariskan perlunya pengkajian ilmu pengetahuan secara langsung,sesuai prinsip-prinsip Al-Qur’an dan Sunnah bukan semata-mata dari kitab tertentu.
Menurut Dahlan, pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
Menuut Dahlan, materi pendidikan adalah pengajaran Al-Qur’an  dan Hadist, membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi, dan menggambar. Sesungguhnya Dahlan menginginkan pengelolaan islam secara modern dan professional, sehingga mampu memenuhi kebutuhan peserta didik  menghadapi dinamika zamannya.
Untuk mewujudkan ide pembaharuan di bidang pendidikan, Dahlan merasa perlu mendirikan lembaga pendidikan yang berorientasi pada pndidikan modern, yaitu dengan menggunakan system klasikal. Disini ia menggabungkan system pendidikan Belanda dengan system pendidikan tradisional secara integral.[11]
Dari uraian tersebut segera dapat diketahui ide-ide pendidikan yang dikmukakan Ahmad Dahlan adalah sebagai berikut:
1.      Ahmad Dahlan mmbaa pwmbaharuan dalam bidang pembentukan lmbaga pendidikan islam, yang semula system pesantren menjadi system sekolah.
2.      Ahmad Dahlan telah memasukkan pelajaran umum kepada sekolah-sekolah agama atau madrasah.
3.      Ahmad Dahlan telah mengadakan perubahab dalam metode pengajaran dari semula pengajaran sorogan kepada metode  pengajaran yang lebih bervariasi.
4.      Ahmad Dahlan telah mengajarkan sikp hidup yang terbuka dan toleran.
5.      Ahmad Dahlan dengan organisasinya Muhammadiyah termasuk organisasi Islam yan paling pesat dalam mengembangkan lembaga pendidikan yang
lebih bervariasi.

D.    KESIMPULAN
            Dari pembahasan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu;
1.      Dalam hal pendidikan , Al-Ghazali lebih cenerung berfaham empirisme, menurutnya sorang anak tegantung kepada orang tua yang mendidiknya. Jadi sebagai seorang pendidik seharusnya berusaha membimbing, meningkatkan, menyempurnakan dan mensucikan hati sehingga mnjadiakn dekat dengan makhluknya.
2.      Menurut Ibnu Khaldun, Ilmu Pendidikan hanya tumbuh dalam peradaban dan kebudayaan yang berkembang pesat. Perkembangan sangat begantung kepada cara berfikir masyarakat, sedangkan perkembangan dan kemajuan pemikiran masyarakat  berantung pada pendidikannya. Ia juga berpendapat bahwa dalam proses belajar, manusia disamping harus sungguh-sungguh juga harus memiliki bakat.
3.      Sedangkan menurut Ahmad Dahlan, penidikan Islam hendaknya di arahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Ahmad Dahlan lebih cenderung dalam mengembangkan lembaga pendidikn Islam di Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA
Al-Rasyidin, Samsul Nizar. 2005. Filsafat Pendidikan Islam . (Ciputat : PT. CIPUTAT PRESS)
Basri, Hasan. 2009. Filsafat Pndidikan Islam. (Bandung : Pustaka Setia)
Nata,Abudin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam I .(Jakarta : Logos Wacana Ilmu)


[1] Abbudin Nata,Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta:Logos Wacana Ilmu,1997) hlm 161
[2] Al-Rasyidin,Samsul Nizar,Filsafat Pendidikan Islam,Pendekatan Historis,Teoris dan Praktis, (Ciputat: PT CIPUTAT PRESS,2005) hlm 87.
[3] Abudin Nata,opcit,hlm 162-163
[4] Al-Rasyidin, Samsul Nizar,Opcit,hlm 88
[5] Ibid, hlm 89
[6] Ibid, hlm 90
[7] Hasan Basri,Filasafat Penidikan Islam,(Bandung:Pustaka Setia,2009) hlm 232
[8] Abudin Nata, opcit, hlm 175
[9] Al-Rasyidin,Samsul Nizar, opcit, hlm 95
[10] Hasan Basri, opcit, hlm 235
[11] Al-Rasyidin.Samsul Nizar. Opcit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar