RAGAM PEMIKIRAN
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
MENURUT PARA TOKOH
A.
PENDAHULUAN
Allah SWT membekali
Adam dengan seperangkat Ilmu Pengetahuan, konsep, dan terminologi duniawi yang
para malaikatpun tidak
mengetahuinya. Semua pengetahuan bersumber dari Allah, dan Adam memperolehnya
untuk memberi
keyakinan kepada malaikat bahwa dirinya mampu menjalankan tugas sebagai
khalifah.
Ilmu Pengetahuan
ditanam sejak dini oleh Allah kepada manusia. Oleh karena itu, bayi yang baru
dilahirkan telah
memiliki pendengaran dan perasaan. Semua potensi akal manusia dikembangkan melalui pendidikan. Filsafat Pendidikan Islam adalah cara berfikir manusia tentang pendidikan Islam yang di dalamnya mengajarkan sistem pendidikan yang berkaitan dengan akal, hati dan pendidikan jasmani. Berikut adalah penjelasan mengenai Ragam Pemikiran Filsafat Pendidikan Menurut Para Tokoh.
memiliki pendengaran dan perasaan. Semua potensi akal manusia dikembangkan melalui pendidikan. Filsafat Pendidikan Islam adalah cara berfikir manusia tentang pendidikan Islam yang di dalamnya mengajarkan sistem pendidikan yang berkaitan dengan akal, hati dan pendidikan jasmani. Berikut adalah penjelasan mengenai Ragam Pemikiran Filsafat Pendidikan Menurut Para Tokoh.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimanakah
pemikiran pendidikan menurut Imam Al-Ghazali?
2. Bagaimanakah
pemikiran pendidikan menurut Ibnu Khaldun?
3. Bagaimanakah
pemikiran pendidikan menurut KH. A. Dahlan?
C.
PEMBAHASAN
1.
Pemikiran
Pendidikan Menurut Imam Al-Ghazali
Abu Hamid Muhammad Ibn
Muhammad Al-Ghazali Ath-Thusi termasuk ke dalam kelompok sufistik yang banyak
menaruh perhatian yang besar terhadap pendidikan, karena pendidikan yang banyak
menentukan corak kehidupan suatu bangsa dan pemikirannya.
Dalam masalah
pendidikan Al-Ghazali lebih cenderung berpaham empirisme.[1]
Menurutnya seorang anak tergantung kepada orang tua yang mendidiknya. Hati
seorang anak itu bersih, murni, laksana permata yang amat berharga, sederhana
dan bersih dari gambaran apapun. Hal ini sejalan dengan pesan Raulullah SAW
yang menegaskan:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى
الفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْيُنَصِّرَانِهِ اَوْيُمَجِّسَا نِهِ
Setiap
anak yang dilahirkan dalam keadaan bersih, kedua orangtuanyalah yang
menyebabkan anak itu menjadi penganut Yahudi, Nasrani atau Majusi (HR. Muslim).
Pemikirannya tentang
tujuan Pendidikan Islam dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:
a.
Tujuan mempelajari ilmu
pengetahuan semata-mata untuk ilmu pengetahuan itu sendiri sebagai perwujudan
ibadah kepada Allah.
b.
Tujuan utama pendidikan
Islam adalah membentuk Akhlaqul Karimah.
c.
Tujuan Pendidikan Islam
adalah mengantarkan peserta didik mencapai kebahagiaan dunia
dan akhirat.
Menurut Al-Ghazali ilmu
dan proses pendidikan merupakan sarana utama untuk menyiarkan agama Islam,
memelihara jiwa dan Taqarrub ila Allah.[2]
Menurutnya tujuan pendidikan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Rumusan tujuan pendidikan yang demikian itu sejalan dengan firman Allah SWT
tentang tujuan penciptaan manusia.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.(Adz-dzariyat : 56)
Al-Ghazali pernah berkata
“Aku pernah datang ke tempat ini untuk mencari keridhoan Allah, bukan untuk
mencari harta dan kenikmatan”. Al-Ghazali juga mengatakan bahwa orang yang
berakal sehat adalah orang yang dapat menggunakan dunia untuk tujuan akhirat.
Al-Ghazali tidak sama sekali menistakan dunia, melainkan dunia itu hanya
sebagai alat. Hal itu dipahami Al-Ghazali berdasar pada isyarat Al-Qur’an:[3]
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“kehidupan
dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu” (Al Hadiid
:20)
وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَىٰ
“sesungguhnya kehidupan di akhirat itu lebih baik bagimu
daripada kehidupan dunia.” (Adh dhuha : 4)
a.
Pendidik
Menurut Al-Ghazali,
pendidik adalah orang yang berusaha membimbing, meningkatkan, menyempurnakan,
dan mensucikan hati sehingga menjadi dekat dengan Khaliqnya.[4]
Seorang pendidik
dituntut memiliki beberapa sifat keutamaan yang menjadi kepribadiannya.
Diantara sifat-sifat tersebut adalah:
1. Sabar
dalam menanggapi pertanyaan murid.
2. Senantiasa
bersifat kasih, tanpa pilih kasih.
3. Duduk
dengan sopan, tidak riya’ ataupun pamer.
4. Tidak
takabur.
5. Bersikap
tawadhu’ dalam setiap pertemuan ilmiah.
6. Sikap
dan pembicaraan hendaknya tertuju pada topik persoalan.
7. Memiliki
sifat bersahabat terhadap semua murid-muridnya.
8. Menyantuni
dan tidak membentak orang-orang bodoh.
9. Membimbing
dan mendidik murid yang bodoh dengan cara yang sebaik-baiknya.
10. Berani
berkata tidak tahu terhadap masalah yang anda persoalkan.
11. Menampilkan yang benar. Apabila dia berada dalam ondisi
yang salah, ia bersedia merujuk kembali
kepada rujukan yang benar.
b.
Peserta
didik
Menurutnya, peserta
didik adalah makhluk Allah yang telah dibekali potensi atau fitrah untuk
beriman kepada Allah SWT. Untuk itu tugas seorang pendidik adalah membimbing dan mengarahkan fitrah
tersebut agar ia tumbuh dan berkembang
sesuai dengan tujuan penciptaannya.[5]
Menurut Al-Ghazali
dalam menunut ilmu, peserta didik memiliki tugas dan kewajiban yaitu:
1) Mendahulukan
kesucian jiwa.
2) Bersedia
merantau untuk mencari
Ilmu Pengetahuan.
3) Jangan
menyombongkan ilmunya dan menentang guru.
4) Mengetahui
kedudukan Ilmu Pengetahuan.
c.
Meteri
yang di ajarkan atau kurikulum.
Secara tradisional
kurikulum berarti mata pelajaran yang diberikan kepada anak didik untuk
menanamkan sejumlah pengetahuan agar mampu beradaptasi dengan lingkungannya.
Al-Ghazali berpendapat bahwa Al-Qur’an beserta kandungannya adalah merupakan
Ilmu Pengetahuan.[6] Isinya sangat bermanfaat
bagi kehidupan, membersihkan jiwa, memperindah akhlak, dan mendekatkan diri
kepada Allah.
Dalam hal ini
Al-Ghazali membagi ilmu pada 2 macam, yaitu:
1.
Ilmu Syar’iyyah yaitu
semua ilmu yang beasal dari para nabi.
2.
Ilmu Ghairu Syar’iyyah
yaitu semua ilmu yang berasal dari hasil ijtihad ulama atau intelektual muslim
Sementara dilihat dari
sifatnya, Ilmu Pengetahuan terebagi menjadi dua
yaitu Ilmu yang terpuji (Mahmudah) dan Ilmu yang tercela (Mazmumah).
2. Pemikiran Pendidikan Ibnu Kaldun
Abd Al-Rhman Abu Zaid Ibn Muhammad Ibn
Muhammad Ibn Kaldun adalah seorang ilmuan yang terkenal lewat karya
momumentalnya Al-Muqaddimah.
Pandangan Ibnu Kaldun tentang pendidikan berpijak dari
statemennya yang menegaskan
bahwa manusia adalah makhluk yang sempurna. Kesempurnaan manusia dicirikan oleh
akalnya yang berfungsi memikirkan segala sesuatu, dan bahkan mengingatkan rasa
iman kepada Allah.[7]
Menurut Ibnu Kaldun, Imu Pengetahuan
hanya tumbuh dalam peradaban dan kebuadayaan yang berkembang pesat.
Perkembangan kebudayaan sangat bergantung pada cara berfikir masyarakat,
sedangkan perkembangan dan kemajuan pemikiran masyarakat bergantung pada
pendidikannya.
Berkenaan dengan Ilmu Pengetahuan, Ibnu
Kaldun membaginya menjadi 3 yaitu:
a. Ilmu
lisan (bahasa)
b. Ilmu
naqli (ilmu yang di ambil dar Al-Qur’an dan Sunnah Nabi)
c. Ilmu
aqli (ilmu yang dapat mnunjukkan manusia dngan daya pikir atau kecerdasannya
kepada filsafat dan smua Ilmu Pengetahuan.[8]
Menurut Ibnu Kaldun, dalam suatu
proses pendidikan paling tidak ada 3 tujuan yang hendak dicapai yaitu:
a. Mengembangkan
kemahiran dalam bidang tertentu.
b. Penguasaan
keterampilan professional sesuai dengan tuntutan zaman.
c. Pembinaan
pemikiran yang baik.
Dalam melaksanakan tugasnya, seorang
pendidik hendaknya mampu menggunakan metode mengajar yang efektif dan efisien.
Menurutnya ada 6 prinsip utama yang perlu diperhatikan pendidik,yaitu:
a. Prinsip
pembiasaan.
b. Prinsip
tadrij (berangsur-angsur).
c. Prinsip
pengenalan umum.
d. Prinsip kontinuitas
e. Memperhatikan
bakat dan kemampuan peserta didik.
f. Menghindari
kekerasan dalam mengajar.
Sementara mengenai kurikulum, Ibnu
Kaldun membagi Ilmu Pengetahuan dalam kebudayaan umat Islam menjadi 2 bagian
yaitu ilmu pengetahuan Syar’iyyah dan filosofis.[9]
Mengenai spesialisasi, Ibnu Kaldun berpendapat bahwa orang
yang mendapat keahlian dalam suatu bidang, jarang sekali ia akan ahli dalam
bidang pertukangan lainnya. Hal ini didasarkan bahwa keahlian itu adalah sifat
atau corak jiwa yang tidak dapat tumbuh serempak. Ibnu Kaldun berpendapat bahwa
dalam proses belajar atau menuntut ilmu pengetahuan manusia disamping harus sungguh-sungguh juga
harus memiliki bakat. Menurutnya dalam mencapai pengetahuan yang bermacam-macam
itu seseorang tidak hanya membutuhkan ketekunan, teapi juga bakat. Berhasilnya
suatu keahlian dalam satu bidang ilmu atau disiplin memerlukan pengajaran.
Pendidikan adalah alat untuk membantu seseorang agar dapat hidup bermasyarakat
dengan baik.
3.
Pemikiran
KH. Ahmad Dahlan dalam Pendidikan
Ahmad Dahlan
yaitu pendiri organisasi Muhmmadiyah. Tujuan dari organisasi tersebut adalah menyebarkan pengajaran
Rasulullah SAW kepada penduduk bumi putera dan memajukan hal agama Islam kepada
anggota-anggotanya, ia ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup
menurut tuntunan Al-Qur’an dan Hadist.[10]
Menurut Dahlan,
upaya strategis untuk menyelamatkan
umat Islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis
adalah melalui pendidikan. Pendidikan hendaknya ditempatkan pada skala
prioritas utama dalam proses
pmbangunan umat. Kunci utama
bagi meningkatkan kemajuan umat adalah kembali pada Al-Qu’an dan Hadist,
mengarahkan umat pada pemahaman ajaran Islam secara komprehensif, dan menguasai
berbagai disiplin Ilmu Pengetahuan.
Dalam proses
kejadiannya manusia
diberikan Allah dengan Al-Ruh dan Al-‘Aql. Untuk itu pendidikan hendaknya
menjadi media yang dapat mengembangkan potensi Al-Ruh untuk menalar petunjuk
pelaksanaan ketundukan dan kepatuhanmanusi kpada Khaliqnya. Dari sini
eksistensi akal merupakan potensi dasar bagi peserta didik yang perlu
dipelihara dan dikembangkan.
Ilmu Pengetahuan
dapat diperoleh apabila peserta didik (manusia) mendayagunakan berbagai media,
baik yang diperoleh melalui persepsi inderawi, akal, kalbu, wahyu maupun ilham.
Menurut Dahlan, pengembangan merupakan proses integrasi roh dan jasad. Konsep
ini di ketengahkannya dengan menggariskan perlunya pengkajian ilmu pengetahuan
secara langsung,sesuai prinsip-prinsip Al-Qur’an dan Sunnah bukan semata-mata
dari kitab tertentu.
Menurut Dahlan,
pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang
berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu
keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
Menuut Dahlan,
materi pendidikan adalah pengajaran Al-Qur’an
dan Hadist, membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi, dan menggambar.
Sesungguhnya Dahlan menginginkan pengelolaan islam secara modern dan
professional, sehingga mampu memenuhi kebutuhan peserta didik menghadapi dinamika zamannya.
Untuk mewujudkan
ide pembaharuan di bidang pendidikan, Dahlan merasa perlu mendirikan lembaga
pendidikan yang berorientasi pada pndidikan modern, yaitu dengan menggunakan
system klasikal. Disini ia menggabungkan system pendidikan Belanda dengan
system pendidikan tradisional secara integral.[11]
Dari uraian
tersebut segera dapat diketahui ide-ide pendidikan yang dikmukakan Ahmad Dahlan
adalah sebagai berikut:
1. Ahmad
Dahlan mmbaa pwmbaharuan dalam bidang pembentukan lmbaga pendidikan islam, yang
semula system pesantren menjadi system sekolah.
2. Ahmad
Dahlan telah memasukkan pelajaran umum kepada sekolah-sekolah agama atau
madrasah.
3. Ahmad
Dahlan telah mengadakan perubahab dalam metode pengajaran dari semula
pengajaran sorogan kepada metode
pengajaran yang lebih bervariasi.
4. Ahmad
Dahlan telah mengajarkan sikp hidup yang terbuka dan toleran.
5. Ahmad
Dahlan dengan organisasinya Muhammadiyah termasuk organisasi Islam yan paling
pesat dalam mengembangkan lembaga pendidikan yang
lebih bervariasi.
D.
KESIMPULAN
Dari
pembahasan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu;
1. Dalam
hal pendidikan , Al-Ghazali lebih cenerung berfaham empirisme, menurutnya
sorang anak tegantung kepada orang tua yang mendidiknya. Jadi sebagai seorang
pendidik seharusnya berusaha membimbing, meningkatkan, menyempurnakan dan
mensucikan hati sehingga mnjadiakn dekat dengan makhluknya.
2. Menurut
Ibnu Khaldun, Ilmu Pendidikan hanya tumbuh dalam peradaban dan kebudayaan yang
berkembang pesat. Perkembangan sangat begantung kepada cara berfikir
masyarakat, sedangkan perkembangan dan kemajuan pemikiran masyarakat berantung pada pendidikannya. Ia juga
berpendapat bahwa dalam proses belajar, manusia disamping harus sungguh-sungguh
juga harus memiliki bakat.
3. Sedangkan
menurut Ahmad Dahlan, penidikan Islam hendaknya di arahkan pada usaha membentuk
manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan
paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia
berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Ahmad Dahlan lebih cenderung dalam
mengembangkan lembaga pendidikn Islam di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Rasyidin, Samsul Nizar. 2005. Filsafat Pendidikan Islam . (Ciputat : PT. CIPUTAT PRESS)
Basri,
Hasan. 2009. Filsafat
Pndidikan Islam.
(Bandung : Pustaka Setia)
Nata,Abudin. 1997. Filsafat
Pendidikan Islam I .(Jakarta : Logos Wacana Ilmu)
[1] Abbudin Nata,Filsafat
Pendidikan Islam (Jakarta:Logos Wacana Ilmu,1997) hlm 161
[2] Al-Rasyidin,Samsul Nizar,Filsafat
Pendidikan Islam,Pendekatan Historis,Teoris dan Praktis, (Ciputat: PT
CIPUTAT PRESS,2005) hlm 87.
[3] Abudin Nata,opcit,hlm 162-163
[4] Al-Rasyidin, Samsul Nizar,Opcit,hlm 88
[5] Ibid, hlm 89
[6] Ibid, hlm 90
[7] Hasan Basri,Filasafat
Penidikan Islam,(Bandung:Pustaka Setia,2009) hlm 232
[8] Abudin Nata, opcit, hlm 175
[9] Al-Rasyidin,Samsul Nizar, opcit, hlm 95
[10] Hasan Basri, opcit, hlm 235
[11] Al-Rasyidin.Samsul Nizar. Opcit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar