PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PESANTREN DI ZAMAN PENJAJAHAN DAN KEMERDEKAAN
A.
PENDAHULUAN
Pendidikan Islam merupakan kepentingan tinggi bagi kaum muslimin. Tetapi
hanya sedikit sekali yang dapat kita ketahui tentang perkembangan pesantren di
masa lalu, terutama sebelum Indonesia dijajah Belanda, karena dokumentasi
sejarah sangat kurang. Bukti yang dapat kita pastikan menunjukkan bahwa
pemerintah penjajahan Belanda memang membawa kemajuan teknologi ke Indonesia
dan memperkenalkan sistem dan metode pendidikan baru. Namun, pemerintahan
Belanda tidak melaksanakan kebijaksanaan yang mendorong sistem pendidikan yang
sudah ada di Indonesia, yaitu sistem pendidikan Islam. Malah pemerintahan
penjajahan Belanda membuat kebijaksanaan dan peraturan yang membatasi dan
merugikan pendidikan Islam.
Lahirnya islam tidak terlepas dari proses islamisasi di Indonesia. Para
wali, syekh, tengku, yang mendakwahkan ajaran islam biasanya memiliki lembaga
pendidikan , di jawa terkenal dengan nama pesantren, di Sumatra Barat
dikenal dengan nama Surau, sedang di Aceh dikenal dengan nama Meunasah,
Rangkang, dan Dayah. Walaupun memiliki nama yang berbeda tetapi hakikatnya
tetap sama, yaitu lembaga tempat mengkaji dan mendalami ajaran-ajaran
keislaman.
Sejarah
Indonesia juga tidak bisa dilepaskan dari peran dan perjuangan pesantren.
Sejak masa awal kedatangan Islam, terutama pada masa walisongo hingga masa penjajahan belanda, masa kemerdekan hingga kini, persantren telah menyumbang sejuta jasa yg tak ternilai harganya bagi Indonesia terutama kepada pengembangan agama Islam.
Sejak masa awal kedatangan Islam, terutama pada masa walisongo hingga masa penjajahan belanda, masa kemerdekan hingga kini, persantren telah menyumbang sejuta jasa yg tak ternilai harganya bagi Indonesia terutama kepada pengembangan agama Islam.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimanakah
sejarah perkembangan pondok pesantren?
2.
Bagaimanakah
keadaan pesantren pada masa penjajahan?
3.
Bagaimanakah
pertumbuhan dan perkembangan pesantren di zaman kemerdekaan?
C.
PEMBAHASAN
1.
Sejarah perkembangan
pondok pesantren
a.
Asal usul
pesantren dan sejarah perkembangannya
Pesantren dilahirkan atas dasar kewajiban dakwah Islamiyah, yakni
menyebarkan dan mengembangkan ajaran
Islam, sekaligus mencetak kader-kader ulama atau da’i.[1]
Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah “tempat belajar para
santri”, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang
terbuat dari bambu. Di samping itu pondok juga berasal dari bahasa arab “funduq”
yang berarti hotel atau asrama.
Pembangunan suatu pesantren didorong oleh kebutuhan masyarakat akan
adanya lembaga pendidikan lanjutan. Namun demikian, faktor guru yang memenuhi
persyaratan keilmuan yang diperlukan sangat menentukan tumbuhnya suatu pesantren. Pada umumnya,
berdirinya suatu pesantren ini diawali dari pengakuan masyarakat akan
keunggulan dan ketinggian ilmu seorang guru atau kyai. Karena keinginan
menuntut ilmu dari guru atau kyai tersebut, masyarakat sekitar bahkan dari luar
daerah datang kepadanya untuk belajar. Kemudian mereka membangun tempat tinggal
yang sederhana di sekitar tempat tinggal guru tersebut.[2]
b.
Pesantren
sebagai lembaga pendidikan islam
Lembaga pendidikan islam adalah wadah atau tempat berlangsungnya
proses pendidikan islam yang bersamaan dengan proses pembudayaan. [3]
Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan islam, mempunyai peranan yang
sangat penting dalam memajukan pendidikan islam di indonesia.
Mekanisme kerja pesantren mempunyai keunikan dibandingkan dengan
sistem yang diterapkan dalam pendidikan pada umumnya, yaitu:[4]
1)
Memakai sistem
tradisional yang mempunyai kebebasan penuh
2)
Kehidupan di
pesantren menampakkan semangat demokrasi
3)
Para santri
tidak mengidap penyakit simbolis
4)
Sistem pondok
pesantren mengutamakan kesederhanaan, idealisme, persaudaraan, penanaman rasa
percaya diri dan keberanian hidup.
5)
Alumni pondok
pesantren tidak ingin menduduki jabatan pemerintahan, sehingga mereka hampir
tidak dapat dikuasai oleh pemerintah.[5]
Pesantren mempunyai ciri khas tersendiri yang dapat membedakannya
dengan lembaga pendidikan lainnya. Ciri khas tersebut sekaligus juga menjadi
unsur-unsur pokok pesantren, yaitu sebagai berikut:
1)
Pondok
Pondok merupakan tempat tinggal kyai bersama para santri dan
bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
2)
Masjid
Masjid digunakan sebagai pusat kegiatan ibadah dan belajar.
3)
Santri
Santri merupakan unsur pokok dari suatu pesantren. Santri biasanya
terdiri dari dua kelompok yaitu santri mukim dan santri kalong
4)
Kyai
Kyai yaitu tokoh sentral dalam pesantren yang memberikan
pengajaran.
5)
Kitab-kitab Islam klasik
Kitab-kitab Islam klasik yaitu kitab yang dikarang para ulama
terdahulu, mengenai berbagai macam ilmu pengetahuan agama islam dan bahasa
arab.[6]
c.
Sistem
pendidikan dan pengajaran pesantren
Pondok pesantren memiliki model-model pengajaran yang bersifat
nonklasikal, yaitu model sistem pendidikan dengan menggunakan metode pengajaran
sebagai berikut:
1)
Sorogan, yaitu
cara mengajar per kepala; setiap santri mendapat kesempatan tersendiri untuk
memperoleh pelajaran secara langsung dari kyai.
2)
Bandongan atau
wetonan yaitu cara mengajar dimana santri duduk di sekitar kyai dengan
membentuk lingkaran. Kyai membacakan teks kitab, menerjemahkan dan menerangkan
maksudnya, kemudian santri menyimak kitab masing-masing.
3)
Hafalan, santri
harus menghafal materi yang diajarkan, misalnya, Al-Qur’an, hadits, dan
materi-materi tertentu yang wajib dihafalkan.
2.
Keadaan
pesantren pada zaman penjajahan
Pemerintah kolonial khususnya Belanda, berusaha menekan dan mendiskreditkan
pendidikan Islam yang dikelola oleh pribumi, tak terkecuali pondok pesantren.
Penyelenggaraan pendidikan di pesantren menurut kolonial Belanda
terlalu jelek dan tidak memungkinkan untuk menjadi sekolah-sekolah modern. Oleh
karena itu, mereka mengambil alternatif kedua, yaitu mendirikan sekolah-sekolah
sendiri yang tidak ada hubungannya dengan lembaga pendidikan yang telah ada.
Antara kedua sistem pendidikan tersebut terdapat perbedaan yang
cukup mencolok, dan bahkan bisa dikatakan kontradiksi atau bertentangan. Perbedaan-perbedaan
tersebut yaitu:[7]
a.
Pendidikan yang
diselenggarakan dan dibiayai oleh pemerintah belanda bersifat netral.
Pendidikan diselenggarakan berdasarkan perbedaan kelompok elit yang bisa
dipergunakan untuk mempertahankan politik dan ekonomi Belanda di negeri
jajahannya.
b.
Pendidikan di
madrasah dan pondok pesantren tidak
terlalu memikirkan bagaimana cara hidup harmonis di dunia, tetapi
menekankan pada bagaimana memperoleh penghidupan.
Dengan didirikannya lembaga pendidikan atau sekolah yang diperuntukkan
sebagian bangsa indonesia tersebut, semenjak itulah terjadi persaingan antara
lembaga pendidikan pesantren dan lembaga pendidikan pemerintah. Persaingan yang
terjadi tersebut bukan hanya dalam segi ideologis dan cita-cita pendidikan
saja, melainkan juga dalam bentuk perlawanan politis dan bahkan fisik
(peperangan). Perlawanan melawan pemerintah kolonoal Belanda pada abad ke-19
mendapatkan dukungan sepenuhnya dari pesantren. Perang-perang besar seperti Perang
Diponegoro, Perang Paderi, Perang Banjar, sampai perlawanan-perlawanan rakyat
yang bersifat lokal yang tersebar di mana-mana didukung sepenuhnya oleh
tokoh-tokoh pesantren dan alumni-alumninya. Merekalah yang memegang peranan
utama.
Pada tahun 1882 didirikan Priesterreden (Pengadilan Agama)
pleh pemerintah kolonial. Tugas-tugasnya adalah mengadakan pengawasan terhadap
pendidikan pesantren. Tidak lama setelah itu, dikeluarkan ordonasi tahun 1905
yang berisi ketentuan-ketentuan pengawasan terhadap perguruan yang hanya
mengajarkan agama (pesantren) dan guru-guru agama yang akan mengajar harus
mendapatkan izin dari pemerintah setempat.[8]
Semenjak itulah muncul berbagai usaha pembaharuan dalam berbagai
aspek kehidupan sosial, budaya dan peradaban umat Islam, termasuk usaha
pembaharuan pendidikan Islam.
Pada garis besarnya, ide pembaharuan dalam bidang pendidikan yang
berkembang di dunia Islam bisa digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu:
a.
Pembaharuan
pendidikan Islam yang berorientasi pada pola pendidikan modern di barat, yakni
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebudayaan.
b.
Pola
pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada pemurnian kembali ajaran
Islam.
c.
Pola
pembaharuan yang berorientasi pada kekuatan-kekuatan dan latar belakang
historis atau pengembangan sumber daya nasional atau bangsa masing-masing.
Tampaknya, ketiga pandangan tersebut mempunyai pengaruh terhadap
perkembangan dan pembaharuan dan sistem pendidikan Islam di Indonesia menjelang
dan awal abad ke-20. Beberapa pesantren mulai memperkenalkan sistem madrasah,
sebagaimana sistem yang berlaku di sekolah-sekolah umum, kendati pelajarannya
masih ditekankan pada pelajaran agama saja. Pada perkembangan berikutnya,
madrasah-madrasah mengajarkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan umum.
3.
Pertumbuhan dan
perkembangan pesantren di zaman kemerdekaan
Setelah Indonesia mencapai kemerdekaannya, pesantren
mendapatkan tempat di hati masyarakat
Indonesia. Ki Hajar Dewantara, yang dikenal sebagai tokoh pendidikan nasional
dan sekaligus sebagai Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan RI yang
pertama menyatakan bahwa pondok pesantren merupakan dasar pendidikan nasional
karena sesuai dan selaras dengan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia.[9]
Penyelenggaraan pendidikan agama mendapat perhatian serius dari
pemerintah, baik di sekolah negeri maupun swasta. Pesantren pada hakikatnya
adalah salah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang
sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah mendapat
perhatian dan bantuan material dari pemerintah.[10]
Pemerintah RI pun mengakui bahwa pesantren dan madrasah merupakan dasar
dan sumber pendidikan nasional sehingga harus dikembangkan, diberi bimbingan
dan bantuan. Wewenang dan pengembangan tersebut berada di bawah wewenang
kementerian agama.
Meskipun demikian, pesantren juga tidak luput dari berbagai kritik.
Hal ini terutama terjadi di saat-saat menjelang kemerdekaan, ketika kondisi
pondok pesantren telah mencapai titik kritis sebagai lembaga pendidikan
tradisional yang tertutup dan statis. Islam yang diajarkan pondok pesantren
pada umumnya adalah Islam yang telah mengalami teror dan intimidasi musuh
islam, yakni Islam yang ritualistik dan sufistik, bahkan mengarah pada
feodalisme.
Akhir-akhir ini, pondok pesantren mempunyai kecenderungan baru
dalam rangka renovasi terhadap sistem yang selama ini dipergunakan, yaitu:
a.
Mulai akrab
dengan metodologi ilmiah modern
b.
Semakin
berorientasi pada pendidikan dan fungsional
c.
Diversivikasi progam
dan kegiatan makin terbuka.
d.
Berfungsi
sebagai pusat pengembangan masyarakat. [11]
Meskipun demikian, pesantren masih tetap mempertahankan sistem
pengajaran tradisional yang menjadi ciri khasnya. Sistem sorogan tampak dalam
berbagai bentuk bimbingan individual, sedangkan cara bandongan tampak dalam
kegiatan ceramah-ceramah umum, yang sekarang lebih dikenal dengan majelis
taklim.
Secara garis besar, pesantren sekarang dapat dibedakan atas dua
macam, yaitu:
a.
Pesantren
tradisional
Pesantren
tradisional yaitu pesantren yang masih mempertahankan sistem pengajaran
tradisional dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik yang sering disebut
kitab kuning.
b.
Pesantren
modern
Pesantren
modern yaitu pesantren yang berusaha mengintegrasikan secara penuh sistem
klasikal dan sekolah ke dalam pondok pesantren.[12]
Dalam rangka menjaga kelangsungan hidup pesantren, pemerintah telah
memberikan bimbingan dan bantuan sebagai motivasi agar tetap berkembang sesuai
dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat dan pembangunan. Arah perkembangan
pesantren dititik beratkan pada:
a.
Peningkatan
tujuan institusional pondok pesantren dalam kerangka pendidikan nasional dan
pengembangan potensinya sebagai lembaga sosial di pedesaan.
b.
Peningkatan
kurikulum dengan metode pendidikan agar efisiensi dan efektivitas pengembangan
pondok pesantren terarah.
c.
Menggalakkan
pendidikan ketrampilan di lingkungan pondok pesantren untuk mengembangkan
potensi pondok pesantren dalam bidang prasarana sosial dan taraf hidup
masyarakat.
d.
Menyempurnakan
bentuk pesantren dengan madrasah menurut SKB 3 Menteri Tahun 1975 tentang
peningkatan mutu pendidikan pada madrsah.[13]
Di antara kelebihan pesantren adalah lebih bersikap hidup mandiri
dengan tidak menggantungkan diri kepada sesorang dan lembaga masyarakat apapun.
Sementara itu, kekurangannya adalah tidak adanya planning yang terperinci dan
rasional atas jalannya pendidikan dan pengajaran yang dilaksanakan, tidak
adanya keharusan membuat kurikulum dalam susunan yang lebih mudah dicerna dan
dikuasai oleh santri. Di samping itu, sistem pemberian materi masih
tradidional, hampir tidak ada prioritas antara materi yang satu dengan materi
yang lainnya.
Pergeseran-pergeseran nilai yang terjadi menuntut pesantren untuk
melakukan reorientasi tata nilai bentuk baru yang relevan dengan tantangan
zamannya, tanpa kehilangan identitasnya sebagai lembaga pendidikan Islam.[14]
D.
KESIMPULAN
Pesantren dilahirkan atas dasar
kewajiban dakwah Islamiyah, yakni menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam, sekaligus
mencetak kader-kader ulama atau da’i.
Pesantren sebagai salah satu lembaga
pendidikan islam, mempunyai peranan yang sangat penting dalam memajukan
pendidikan islam di indonesia.
Pesantren mempunyai ciri khas yang
membedakannya dengan lembaga pendidikan lain, yaitu memiliki beberapa unsur
yang sangat penting diantaranya pondok, masjid, santri, kyai dan kitab-kitab
islam klasik.
Pondok pesantren memiliki
model-model pengajaran yang bersifat nonklasikal, diantaranya sorogan,
bandongan dan hafalan.
Pada zaman penjajahan, pondok
pesantren didiskreditkan oleh Belanda. Pada tahun 1882 didirikan Priesterreden
(Pengadilan Agama) pleh pemerintah kolonial. Tugas-tugasnya adalah mengadakan
pengawasan terhadap pendidikan pesantren. Tidak lama setelah itu, dikeluarkan
ordonasi tahun 1905 yang berisi ketentuan-ketentuan pengawasan terhadap
perguruan yang hanya mengajarkan agama (pesantren) dan guru-guru agama yang
akan mengajar harus mendapatkan izin dari pemerintah setempat.
Setelah Indonesia mencapai
kemerdekaannya, pesantren mendapatkan
tempat di hati masyarakat Indonesia. Ki Hajar Dewantara, yang dikenal
sebagai tokoh pendidikan nasional dan sekaligus sebagai Menteri Pendidikan
Pengajaran dan Kebudayaan RI yang pertama menyatakan bahwa pondok pesantren
merupakan dasar pendidikan nasional karena sesuai dan selaras dengan jiwa dan
kepribadian bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Rukiati, Enung
K., Fenti Hikmawati. 2006. Sejarah Pendidikan Islam di indonesia Bandung:
Pustaka Setia
[1]
Enung K.
Rukiati, Fenti Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam di indonesia
(Bandung: Pustaka Setia, 2006) Hlm hlm 103
[2]
Ibid, hlm 103
[3]
Ibid, hlm 98
[4] Ibid, hlm104
[5] Ibid
[6] Ibid, hlm 106
[7]
Enung K.
Rukiati, Fenti Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam di indonesia (Bandung:
Pustaka Setia, 2006) hlm 107
[8]
Enung K.
Rukiati, Fenti Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam di indonesia (Bandung:
Pustaka Setia, 2006) hlm 108
[9]
Enung K.
Rukiati, Fenti Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam di indonesia (Bandung:
Pustaka Setia, 2006) hlm 110
[10] Ibid, hlm 65
[11]
Enung K.
Rukiati, Fenti Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam di indonesia (Bandung:
Pustaka Setia, 2006) hlm 111
[12]
Enung K.
Rukiati, Fenti Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam di indonesia (Bandung:
Pustaka Setia, 2006) hlm 111
[13]
Enung K.
Rukiati, Fenti Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam di indonesia (Bandung:
Pustaka Setia, 2006) hlm 112
[14] Ibid, hlm 113
teteh kasih tau refrensi itu masih ada ga yah bukunya?
BalasHapusbukunya masih ada di perpustakaan kampusku dek. STAI PATI
Hapus